Idul Fitri 1431H
Tak kukira lebaran kali ini saya mudik dari Depok. Ini adalah kali pertama mudik dari Ibukota Jakarta, buatku sih 'mudik' banget heuheu. Karena belum dapat jatah cuti, so mudiknya baru di tanggal 9 September. Yah, lumayan bisa menikmati terlebih dahulu Jakarta tanpa kemacetan heheh.
Atas saran kawan, saya pulang naek kereta ekonomi Serayu Pagi dari Jakarta Kota. Tiketnya murah, cuman 19 rebu. Alhamdulillah dapet tempat duduk pula dan engga berdesak-desakan. Perjalanan engga terasa panas karena cuaca rada berawan. Sebangku sama rombongan keluarga yang mudik ke Jawa Tengah. Tak disangka ternyata keluarga tersebut telah menunggu kereta dari pagi sekali, padahal saya baru tiba di Jakarta Kota 20 menit sebelum keberangkatan. Dan mereka di hari-hari sebelumnya malah survey situasi dulu ke stasion, walaaah.
Perjalanan kereta memang selalu menyuguhkan pemandangan yang eksotis. Kereta melaju pelan di sekitar Bandung-Garut. Terlihat paparan sawah dengan padi-padi yang tumbuh rendah yang berujung dengan tumpukan bukit-bukit gunung biru-hijau nun jauh disanah. Beratap langit biru nan cerah. Kadang ada sekumpulan bangau menari-nari di sawah. Yang terlihat hanya hijau dan hijau. Sesekali angin sawah pun masuk kedalam kereta. Sawah itu tidak benar-benar seluruhnya ditumbuhi padi. Masih terlihat gundukan pohon kelapa di pematangnya, ada pula pohon-pohon kayu tidak tinggi di beberapa titiknya. Kadang terlihat batu besar berwarna abu-abu hasil muntahan gunung jaman dahulu.
Yang paling saya sukai adalah scene saat kereta melewati hamparan sawah yang di tengah-tengahnya meliuk jalan kecil selebar daun pintu yang disemen tak beraturan dan berbelah-belah. Disisi jalan kecil itu tumbuh rumput hijau liar diatas tanah berwarna coklat. Terasa damai ketika melihat sejumlah petani berjalan lambat melewati jalan-jalan tersebut. Ingin rasanya saya berada disitu, berjalan lalu berlari sekencang-kencangnya lalu melompat tinggi dan terjatuh di tumpukan padi yang ada di sekitarnya.
Kereta tiba di kota kelahiranku tepat jam 4 sore. Disambut gerimis kecil saya tak mau menggunakan tutup kepala maupun payung. Ingin saya rasakan gerimis itu disepanjang perjalan kaki ke rumah. Angin segar menerpa wajah. Gemericik sungai kecil di sebelah stasion benar-benar menakjubkan. Ada kolam-kolam ikan dengan air yang bersih yang ditumbuhi pohon ketela, pisang dan talas dipinggir-pinggirnya. Yang terlihat hanya warna hijau muda dan coklat.
Seperti biasa, lebaran kami selalu berkumpul di rumah nenek. Ketupat dan gule buatan nenek selalu yang juara. Dan saya dan paman adalah yang pertamax mencicipinya setelah semalaman ngobrol ngalor-ngidul tentang segala hal ditemani kumandang takbir yang sayup terdengar dari masjid-masjid disekitar kampung kami.
Sore harinya, keluarga berencana keliling ke rumah saudara setelah pada paginya berjiarah ke makam Aki dan Uyut. Karena kami tak punya kendaraan, maka disewalah sebuah angkot milik tetangga. Heuheue, seru juga keliling-keliling pake angkot. Banyak wajah-wajah baru yang imut-imut saya temui. Ternyata sodara-sodara kami sudah pada guede, udah pada cakep-cakep dan cantik-cantik. Saya pun sempat bertemu kawan yang sudah lama sekali tak jumpa. Senang dan bahagia sekali kami berjumpa, banyak cerita mengalir. Dan kabar baiknya dia sudah menikah, bahkan 2 tahun yang lalu, duh senangnya.
Semua pertemuan dengan sodara-sodara begitu mengesankan. Namun yang paling mengesankan adalah ketika berkunjung ke rumah Uwa Awan. Beliau usianya sudah 70 tahun lebih, saat ini sedang dalam masa penyembuhan dari penyakit cikungunya. Beliau sangat bersemangat menceritakan tentang penyakitnya, pengobatannya. Dari cerita yang beliau sampaikan tidak tampak sama sekali keluhan. Wajahnya berseri-seri cerah. Beliau sangat bersemangat, tegar. Tidak tampak kesedihan. Semuanya disyukurinya. Dalam usia 7 mulud tersebut beliau masih tetap jagjag waringkas. Saya sangat bangga dan saya sangat menghormatinya. Semoga semangatnya dalam menjalani kehidupan dapat tertular kepada saya.
Saya akui banyak hal di tahun ini yang saya rasakan sangat indah. Saya tahu ini adalah skenario terbaik yang telah Alloh tetapkan untuk saya. Saya pun tahu ini memang berliku dan kadang menyakitkan hati, namun Alloh tentu ingin melihat saya melewati semua ini dengan indah, bukan dengan keluhan dan emosi yang tak terkendali. Berjuta rasa telah saya alami terutama bulan-bulan terakhir ini. Entah apa maksud dari semua ini, namun mudah-mudahan jadi pembelajaran untuk menjadi lebih baik.
Selamat Idul Fitri. Semoga bisa merasakan kembali fitrah kita sebagai manusia. Aamin.
Komentar