Rokok
Jumat pagi kemarin sebelum berangkat seperti biasa saya mampir dulu sarapan di warung nasi sebelah stasiun. Baru beberapa suap, tiba-tiba datanglah seorang bapak yang sudah agak tua memesan nasi.
Setelah selesai makan, saya ambil neozep dari tas lantas meminumnya untuk meredakan flu. Tampaknya si bapak tadi penasaran dengan apa yang saya telan. Beliau pikir adalah suplemen yang katanya anak muda jaman sekarang banyak yang minum suplemen tambahan.
Usut punya usut ternyata beliau mengidap penyakit asma. Beliau bilang asma yang diidapnya bukanlah penyakit turunan tapi karena efek 'keracunan obat' dari klinik di kantornya. Beliau sangat-sangat terganggu pernafasannya jika sedikit saja mencium asap rokok.
Kasihan juga. Bapak itu katanya pernah dihardik oleh seseorang yang merokok di dalam angkot gara-gara si bapak itu memohon maklum untuk mematikan rokoknya. Perokok egois, dia lebih senang melihat bapak tadi terengah-engah karena asmanya kambuh daripada mematikan rokoknya. Sungguh tak punya pikiran yang jernih.
Ada teman saya yang kini menjadi perokok aktif, padahal dulu dia hanya coba-coba saja. Saya masih ingat betul ketika dulu saya katakan padanya bahwa walaupun saat itu cuma iseng tapi kelamaan bisa jadi candu. Dan ternyata benarlah dia kecanduan dan tampaknya akan sulit sekali melepaskan dari rokok.
Jika memang mereka sudah tidak bisa menahan untuk tidak merorok, ya minimal jangan sampai mengganggu orang lain dengan asap rokoknya. Anehnya, jika orang yang tidak merokok yang berada di dekatnya menutup hidung untuk menghindari asap rokok, si perokok malah tersinggung.
Setelah selesai makan, saya ambil neozep dari tas lantas meminumnya untuk meredakan flu. Tampaknya si bapak tadi penasaran dengan apa yang saya telan. Beliau pikir adalah suplemen yang katanya anak muda jaman sekarang banyak yang minum suplemen tambahan.
Usut punya usut ternyata beliau mengidap penyakit asma. Beliau bilang asma yang diidapnya bukanlah penyakit turunan tapi karena efek 'keracunan obat' dari klinik di kantornya. Beliau sangat-sangat terganggu pernafasannya jika sedikit saja mencium asap rokok.
Kasihan juga. Bapak itu katanya pernah dihardik oleh seseorang yang merokok di dalam angkot gara-gara si bapak itu memohon maklum untuk mematikan rokoknya. Perokok egois, dia lebih senang melihat bapak tadi terengah-engah karena asmanya kambuh daripada mematikan rokoknya. Sungguh tak punya pikiran yang jernih.
Ada teman saya yang kini menjadi perokok aktif, padahal dulu dia hanya coba-coba saja. Saya masih ingat betul ketika dulu saya katakan padanya bahwa walaupun saat itu cuma iseng tapi kelamaan bisa jadi candu. Dan ternyata benarlah dia kecanduan dan tampaknya akan sulit sekali melepaskan dari rokok.
Jika memang mereka sudah tidak bisa menahan untuk tidak merorok, ya minimal jangan sampai mengganggu orang lain dengan asap rokoknya. Anehnya, jika orang yang tidak merokok yang berada di dekatnya menutup hidung untuk menghindari asap rokok, si perokok malah tersinggung.
Komentar